Massanger

Tinggalkan Pesan

Nyang mau langganan artikel GRATIS

Tulis alamat Email anda:

Delivered by FeedBurner

Pertemuan group TOLAK KOMERSIALISASI TNGGP

Senin, 08 Februari 2010

Pertemuan dari group Facebook Tolak Komersialisasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang diadakan di Bumi Perkemahan Cibubur, tepatnya di area MCK 30 pada tanggal 6 s/d 7 Februari 2010 menghasilkan berbagai rumusan yaitu :
1. Pembentukan Forum Komunikasi Pendaki Nusantara dengan Sekjend terpilih yaitu Sdr. Rizki Kadarusman.
2. Pembentukan komisi-komisi, yaitu :
- Komisi Aspek dan Kajian Hukum
- Komisi Konsultasi dan Masukan
- Komisi Aspek Sosial
Acara ini dihadiri oleh lebih kurang 60 orang dari berbagai elemen dan profesi yang berasal dari JABODETABEK dan Pasuruan. Forum yang terbentuk bisa jadi sebagai aspirasi kekecewaan dari mandulnya PID dan PIW organisasi penggiat alam bebas di tingkatan mahasiswa.
Memang forum ini boleh dibilang masih balita, namun bisa dilihat semangatnya.. semangat kebersamaan dan kekeluargaan yang kental.
Bravo Pendaki Nusantara..

Dukung "Copenhagen Accord"

Jakarta (ANTARA News) - Indonesia segera menyatakan dukungannya (berasosiasi) terhadap "Copenhagen Accord" yang merupakan hasil dari KTT ke-15 Perubahan Iklim dari UNFCCC di Kopenhagen, Denmark, Desember 2009 lalu.
"Indonesia akan berasosiasi dengan `Copenhagen Accord` dengan beberapa catatan," kata Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup Bidang Lingkungan Global dan Kerja Sama Internasional, Liana Bratasida, dalam Seminar Sosialisasi Copenhagen Accord di Jakarta, Selasa.
Liana yang juga Ketua Badan Tambahan untuk Implementasi Badan Dunia untuk Perubahan Iklim (SBI-UNFCCC) 2008-2009 itu mengatakan, catatan Indonesia adalah meminta penjelasan lebih lanjut kepada UNFCCC antara lain mengenai target penurunan emisi dari negara Annex-2, program mitigasi aksi dan sebagainya.
Selain menyatakan berasosiasi dengan "Copenhagen Accord", Indonesia juga akan mengirimkan surat pernyataan (submisi) target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) 26 persen pada 2020 dan program mitigasi perubahan iklim yang akan dilakukan kepada UNFCCC.
Surat pernyataan yang disebut NAMA`s (National Appropriate Mitigation Actions) akan berisi nama negara dan aksi yang dilakukan pada 31 Januari 2010 sesuai tenggat waktu (softdeadline) UNFCCC kepada semua negara.
Sesuai "Copenhagen Accord", setiap negara wajib menyerahkan NAMA`s bagi negara berkembang, dan target penurunan emisi GRK bagi negara maju dengan tenggat waktu 31 Januari 2010 dan paling lambat pada KTT ke-16 Perubahan Iklim di Meksiko pada Desember 2010.
Sedangkan Deputi Meneg LH Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan, Masnellyarti Hilman mengatakan, karena tenggat waktu dari UNFCCC untuk submisi dari semua negara hanya berupa soft deadline, maka Indonesia hanya akan mengirimkan garis besar program NAMA`s.
"Submisi tidak harus mendetil karena kita masih harus duduk bersama untuk membahas kebijakan antar sektor," katanya.
Masnellyarti yang lebih akrab dipanggil Nelly mengatakan, skenario program penurunan emisi 26 persen dari Indonesia (NAMA`s) tersebut belum final karena angka target emisi GRK dari sektor kehutanan masih belum final.
Sektor kehutanan yang bakal menyumbang 60 persen (48 persen dari alih fungsi lahan dan 12 persen dari lahan gambut) target penurunan emisi nasional, kata Nelly, belum jelas menyebutkan angka laju deforestasi dan program yang jelas untuk mitigasi perubahan iklim.
Pada kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Kemitraan, Wandojo Siswanto mengatakan, laju deforestasi sektor kehutanan harus dihitung bersama-sama Kementerian Kehutanan dengan pihak lain seperti Kementerian Pertanian, Kementerian ESDM dan KLH.
"Karena laju deforestasi terkait dengan penggunaan lahan untuk pertanian, pertambangan dan sebagainya," kata Wandojo.
Sedangkan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Emil Salim mengatakan, Kementerian Kehutanan harus mengikuti skenario target penurunan emisi 26 persen yang telah dibuat oleh Bappenas.
"Kehutanan harus menyesuaikan skenario dari Bappenas," katanya.

Sumber : Antara News

Ayo Kurangi Risiko Perubahan Iklim

Denpasar (ANTARA News) - Para ahli perubahan iklim global sepakat bahwa komunitas masyarakat termasuk pemerintahan di mana saja bisa menyumbang dalam pengurangan dampak negatif perubahan iklim dunia.
Puluhan delegasi yang berkumpul dalam Konferensi Internasional ke-41 Tentang Adaptasi Berbasis Komunitas Perubahan Iklim Global di Daar es Salaam, Tanzania, menyimpulkan hal itu, sebagaimana dikatakan dalam surat elektronika yang diterima ANTARA, di Denpasar, Kamis petang.
Dalam pertemuan internasional itu, para delegasi, ahli di berbagai bidang, dan pegiat lingkungan hidup saling berbagi tentang pengurangan dampak negatif perubahan iklim global melalui berbagai hal.
Pencarian sumber air bersih, praktik pertanian alternatif, dan strategi pengurangan risiko menjadi menu-menu diskusi yang dikembangkan.
"Perubahan iklim global merupakan masalah global tetapi dampaknya terjadi secara lokal dan itu berarti memerlukan pemecahan yang khusus. Komunitas di seluruh dunia telah merasakan dampaknya dan mengambil langkah untuk mengurangi kerentanan mereka," kata Dr Hannah Reid, ahli dari Institut Internasional Lingkungan dan Pembangunan.
Salah satu tujuan utama pertemuan itu untuk mengidentifikasi strategi paling tepat dalam pembagian informasi di dalam dan di antara komunitas yang rentan, merangsang adaptasi berbasis komunitas ke tingkatan kebijakan nasional dan program internasional.
"Komunitas sangat tepat untuk dipacu dalam proyek adaptasi ini karena mereka mengetahui sangat baik tantangan lokal dan berdiri paling depan untuk menghadapi hal itu. Adaptasi terhadap perubahan iklim bisa dan harus terjadi di tingkatan komunitas tetapi memerlukan kebijakan nasional agar hal itu bisa terwujud," katanya.
Menurut Reid, berbagi pengetahuan dan praktik adaptasi dari berbagai bagian di dunia bisa meningkatkan kewaspadaan Tanzania dan negara rentan lain.

Sumber : Antara News

Kabar Elnino di Jateng Januari-Februari Melemah

Semarang (ANTARA News) - Kekuatan Elnino selama Januari-Februari 2010 di wilayah Jawa Tengah melemah sehingga berpengaruh terhadap peningkatan curah dan intensitas hujan.
Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Semarang, Evi Lutfiati, di Semarang Selasa mengatakan, saat ini dampak Elnino sudah dilewati.
Akibatnya, katanya, curah hujan di beberapa daerah bisa berkisar antara 200 hingga 800 milimeter setiap bulan.
Ia mengatakan, curah hujan di Kabupaten Banjarnegara antara 400 hingga 800 milimeter, Semarang bagian Pantai Utara 300 hingga 400 milimeter, Jateng bagian selatan 400 hingga 500 milimeter sedangkan di bagian timur 200 hingga 300 milimeter.
"Kota Semarang beberapa hari yang lalu, dalam waktu sehari, bisa mencapai 100 milimeter seperti di Ngaliyan yang curah hujannya 135 milimeter dan kawasan Bandara Ahmad Yani mencapai 100 milimeter. Kalau rintik-rintik, tidak bahaya, yang mengkhawatirkan terjadi banjir jika hujan dengan durasi pendek dan lebat," katanya.
Ia menjelaskan, Elnino terjadi jika muncul penyimpangan suhu muka laut di Pasifik ekuator bagian tengah dan timur.
Akibatnya, katanya, sirkulasi uap air di wilayah Indonesia dan Jawa Tengah, terpusat ke daerah tersebut.
Ia menjelaskan, jika suhu laut lebih dari dua persen, hal itu masuk kategori Elnino moderat sedangkan suhu laut lebih dari dua derajat, masuk kategori kuat.
Elnino, katanya, menyebabkan musim hujan mundur dan bahkan ada daerah yang terlambat memasuki musim hujan hingga lebih dari satu bulan.
"Akhir Juli 2009, Jateng sudah ada Elnino dan intensitasnya menguat menjadi moderat pada Oktober hingga Desember 2009 karena suhu laut berada pada 1,8 derajat. Pada Januari, Elnino melemah sehingga curah hujan terus meningkat," katanya.
Ia mengimbau, masyarakat terus waspada terhadap dampak ancaman cuaca ekstrim seperti hujan lebat, angin kencang, petir dan badai tropis di Samudera Indonesia bagian barat dan Laut Australia.
"Cuaca ekstrim juga dipengaruhi oleh angin barat selama Januari hingga Februari, sehingga harus selalu waspada," katanya.
Ia mengatakan, tinggi gelombang laut diprediksi 1 hingga 5 meter terjadi antara Tanggal 13 hingga 18 Januari 2010.
"Meskipun sudah mereda, tidak menutup kemungkinan bisa kembali menguat karena pengaruh angin barat," katanya.
Sumber : Antara News

Peraturan Terbaru TNGGP

Apakah kebijakan yang memberatkan penggiat alam bebas di Indonesia ?

Surat Keputusan Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Nomor: SK. 84 /11-TU/1/2009
Tentang
Petunjuk Teknis Pelayanan Pendakian di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Menimbang :a. bahwa kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan Kawasan Pelestarian Alam yang mengembangkan fungsi pemanfaatan berkelanjutan, oleh karena itu pengembangan aktivitas wisata alam perlu dikelola dengan optimal untuk memberikan pengalaman memuaskan bagi pengunjung, namun tetap menjaga kualitas fungsi kawasan;
b. bahwa pendakian ke puncak Gunung Gede dan Pangrango merupakan aktifitas wisata alam yang paling populer di kawasan TNGGP, dan terbukti bahwa kegiatan pendakian memberikan dampak terhadap kawasan, berupa sampah, erosi, vandalisme, pencemaran sumber air, pengambilan sumber daya alam hayati seperti bunga edelweiss. Oleh karena itu kegiatan pendakian harus dikelola dengan baik sehingga dapat meminimalkan dampak tersebut dan meningkatkan kenyamanan bagi pengunjung;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a,b dan dalam rangka optimalisasi fungsi pelayanan bagi pendaki serta untuk keseragaman pelaksanaan pelayanan pendakian oleh petugas, perlu ditetapkan Keputusan Kepala Balai Besar TNGGP tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Pendakian di Kawasan TNGGP.
Mengingat :
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
2. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
4. Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;
5. Peraturan Pemerintah No. 59 tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan;
6. Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan;
7. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 28/Kpts-II/2003 jo Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.233/Menhut-II/2004 tentang Pembagian Rayon di Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam dan Taman Buru Dalam Rangka Pengenaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
8. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.02/Menhut-II/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penatausahaan Pungutan dan Iuran Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam;
9. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional.
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PETUNJUK TEKNIS PELAYANAN PENDAKIAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
KESATU :
Keputusan Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Pendakian Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini;
KEDUA :
Petunjuk Teknis (Juknis) sebagaimana dimaksud dalam amar KESATU merupakan acuan bagi petugas pelayanan pendakian dan seluruh staf Balai Besar TNGGP dalam melayani pengunjung pendakian;
KETIGA :
Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur kemudian;
KEEMPAT :
Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Keputusan Kepala Balai TNGGP Nomor 69/VI-TU/2007 tanggal 5 Oktober 2007 tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Pendakian Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, dinyatakan tidak berlaku lagi;
KELIMA :
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Cibodas
Pada tanggal : 10 Agustus 2009

KEPALA BALAI BESAR,
Ttd
Ir. SUMARTO, MM.
NIP. 19610708 198703 1 002

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu lokasi pendakian yang cukup dikenal di Indonesia. Hal ini terbukti dengan tingginya minat pengunjung untuk melakukan pendakian di kawasan TNGGP. Aksesibilitas menuju kawasan yang relatif mudah dan jalur pendakian yang cukup memadai, menyebabkan pendakian ke Puncak Gede dan Pangrango sangat populer di kalangan pendaki pemula, pelajar, mahasiswa dan kelompok pencinta alam dari kota-kota seperti Jakarta, Bandung, Bogor, Tangerang, dan kota-kota lain. Setiap tahun rata-rata hampir 60 % pengunjung datang untuk tujuan pendakian.
Tingginya minat pengunjung untuk aktifitas pendakian, ternyata memberikan dampak negatif yang nyata terhadap ekosistem kawasan TNGGP. Dampak negatif tersebut terjadi di sepanjang jalur pendakian, alun-alun Mandalawangi dan Kandang Badak. Contoh dari dampak tersebut adalah sampah pengunjung dan vandalisme terhadap fasilitas-fasilitas rekreasi dan wisata alam. Data menunjukkan sampah per minggu yang dihasilkan dari aktifitas pengunjung di pintu masuk Cibodas adalah 63.175 gram dan di Kandang Badak / perkemahan mencapai 97.225 gram (Aep Priatna, 2004). Dampak negatif lainnya adalah erosi dan pengerasan tanah terutama di jalur pendakian, serta pencemaran sumber air tanah.
Karakteristik pendaki di TNGGP umumnya adalah pelajar baik pelajar SLTA dan SLTP maupun mahasiswa. Rendahnya pengetahuan serta kesadaran pengunjung tentang bagaimana berperilaku yang baik dan selaras ketika berada di kawasan konservasi tidak dapat dipungkiri merupakan penyebab terjadinya dampak negatif dari kegiatan pendakian di kawasan TNGGP.
Kegiatan pendakian di alam memiliki resiko. Resiko dapat bervariasi mulai dari kecelakaan ringan hingga kecelakaan berat yang dapat mengakibatkan kematian. Resiko kecelakaan pendaki menjadi semakin tinggi oleh karena pengunjung kurang mematuhi peraturan dan cara berperilaku yang seharusnya saat melakukan pendakian, antara lain : penggunaan pakaian dan alas kaki yang tidak layak, serta tidak mengikuti jalur setapak yang sudah disediakan.
Oleh karena itu, dalam upaya mengurangi dampak kerusakan pada ekosistem, dan untuk meningkatkan ”image” TNGGP sebagai daerah tujuan WISATA ALAM yang berwawasan lingkungan, diperlukan upaya pengaturan pengunjung untuk tujuan pendakian.
Pengaturan pengunjung merupakan salah satu bentuk upaya pengendalian yang perlu dilakukan agar dampak negatif dari aktivitas wisata ini dapat ditekan, dan keselamatan pendaki dapat lebih terjamin. Selain itu, dengan adanya pengaturan ini maka pengelolaan aktifitas pendakian dapat berjalan efektif yang merupakan wujud pelayanan prima kepada pengunjung.
Pengelolaan pengunjung pendakian telah dilakukan di Balai TNGGP dan diformulasikan dalam bentuk Surat Keputusan Kepala Balai TNGGP No.18/Kpts/V-TNGP/2002 dan Surat Keputusan Balai Besar TNGGP No.69/VI-TU/2007 tentang Juknis Pelayanan Pendakian TNGGP. Juknis ini merupakan pedoman bagi petugas dalam memberikan pelayanan bagi pendaki, yang meliputi Prosedur pendakian, terutama sistem registrasi (langsung dan tidak langsung/booking), waktu booking, sistem kuota pendaki, dan peraturan bagi pendaki ketika berada di dalam kawasan.
Juknis Pelayanan Pendakian pertama diformulasikan dalam bentuk Surat Keputusan Kepala Balai TNGGP No.18/Kpts/V-TNGP/2002 yang kemudian direvisi dengan Surat Keputusan Balai Besar TNGGP No.69/VI-TU/2007 tentang Juknis Pelayanan Pendakian TNGGP. Dalam kurun waktu 7 tahun sejak diterbitkannya Juknis Pelayanan Pendakian pertama dan revisinya, telah terjadi beberapa perkembangan ketentuan bagi aktifitas pendakian di TNGGP sehingga dipandang perlu dilakukan revisi demi pelayanan kenyamanan, keamanan dan kepuasan pengunjung.
Dengan adanya revisi ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan pendakian yang lebih efektif dan kegiatan pendakian yang semakin mendekati prinsip-prinsip ekowisata sesuai dengan tujuan pokok pengembangan wisata alam di kawasan TNGGP.
Petunjuk Teknis ini disusun berdasarkan hasil evaluasi terhadap Petunjuk Teknis yang merupakan Lampiran dari Keputusan Kepala Balai TNGGP Nomor 69/VI-TU/2007. Revisi dilakukan terutama terhadap prosedur pendakian (pengajuan izin pendakian, sistem booking dan pengurusan SIMAKSI), jam masuk kedalam dan keluar kawasan, penetapan jumlah anggota pendaki, petugas pelayanan pendakian dan prosedur keselamatan pendaki.
B. Maksud, Tujuan dan Sasaran
1. Maksud
Maksud penyusunan Juknis Pelayanan Pendakian ini adalah terciptanya sistem pelayanan pengunjung pendakian yang lebih efektif dalam rangka meningkatkan kepuasan pengunjung dan terwujudnya pemanfaatan sumber daya alam yang lestari.
2. Tujuan
a. Menciptakan mekanisme pelayanan pendakian yang efektif dan efisien.
b. Sebagai pedoman dan acuan bagi petugas dalam memberikan pelayanan pendakian dengan tertib administrasi dan informasi yang memadai.
3. Sasaran
Sasaran Juknis Pelayanan Pendakian ini adalah terwujudnya pengelolaan pendakian di kawasan TNGGP, guna meningkatkan aktivitas pendakian yang berwawasan lingkungan dengan memperhatikan aspek perlindungan dan pelestarian kawasan serta memberikan kepuasan dan pengalaman bagi pendaki.
C. Ruang Lingkup
Juknis Pelayanan Pengunjung di Kawasan TNGGP meliputi landasan hukum dan arahan teknis, prosedur pendakian, pelaksanaan pendakian, tugas dan tanggung jawab petugas pelayan pendakian dan peraturan pendakian.
D. Pengertian-Pengertian
1. Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
2. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi
3. SDA (Sumber Daya Alam) hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem
4. Ekowisata adalah kegiatan wisata yang secara langsung dan tidak langsung mempromosikan perlindungan lingkungan dan memberikan peningkatan kepada kesejahteraan masyarakat.
5. Pendakian di kawasan TNGGP adalah kegiatan pendakian yang mendapatkan ijin dari Balai Besar TNGGP dan hanya dilakukan pada jalur-jalur resmi.
6. Jalur pendakian adalah jalur resmi yang ditetapkan oleh Balai Besar TNGGP untuk kegiatan pendakian
7. Booking adalah suatu sistem reservasi untuk mendapatkan izin pendakian melalui pemesanan baik langsung maupun tidak langsung di kantor Balai Besar TNGGP.
8. Kuota adalah batas maksimal jumlah pendaki setiap hari yang ditetapkan oleh Kepala Balai Besar TNGGP.
9. SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi) yang dimaksud adalah surat izin resmi yang dikeluarkan oleh Balai Besar TNGGP untuk keperluan pendakian.
10. Pusat Informasi Pengunjung/Visitor Center adalah bangunan yang berlokasi di Kantor Balai Besar TNGGP dan berfungsi sebagai pusat pelayanan pengunjung untuk mendapatkan informasi tentang taman nasional serta pengurusan izin masuk kawasan konservasi (SIMAKSI).
11. Pusat Informasi/Information Center adalah bangunan yang berlokasi di pintu masuk dan berfungsi sebagai tempat informasi potensi kawasan yang akan dikunjungi.
12. Petugas Perijinan adalah pegawai Balai Besar TNGGP yang ditunjuk yang mempunyai tugas mengelola dan menerbitkan SIMAKSI.
13. Petugas Pemungut adalah pegawai Balai Besar TNGGP yang ditunjuk yang mempunyai tugas memungut tiket masuk TNGGP dan Asuransi kecelakaan pengunjung.
14. Pengunjung Pendakian adalah orang yang melakukan kegiatan pendakian di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango melalui prosedur yang telah ditetapkan.
15. Pendampingan adalah bentuk pelayanan pengunjung yang diwajibkan kepada para pendaki dan dilakukan oleh pemandu, interpreter atau porter.
16. Interpreter adalah pegawai Balai Besar TNGGP atau anggota mitra yang ditugaskan memberikan interpretasi kepada pengunjung.
17. Interpretasi adalah suatu seni pemanduan dalam menjelaskan objek sumberdaya alam (flora, fauna, proses geologis, proses biotik dan abiotik yang terjadi) TNGGP oleh pengelola kawasan kepada pengunjung yang datang sehingga dapat memberikan inovasi dan menggugah pemikiran untuk mengetahui, menyadari, mendidik dan bila memungkinkan menarik minat pengunjung untuk ikut menjaga kawasan dan sumberdaya alamnya tersebut atau mempelajarinya lebih lanjut.
18. Penutupan Pendakian adalah usaha pemulihan/recovery ekosistem hutan TNGGP dari aktivitas pendakian dengan cara menutup semua bentuk aktivitas pendakian ke puncak Gunung Gede dan Pangrango; atau upaya antisipasi terhadap bahaya kebakaran akibat kemarau panjang; atau upaya untuk melindungi pendaki dari bahaya longsor atau kecelakaan lainnya akibat curah hujan yang sangat tinggi dan angin kencang; atau bencana alam lainnya.
19. Pemulihan/Recovery ekosistem adalah upaya perbaikan ekosistem dari kondisi rusak ke kondisi awal/baik secara alami maupun dengan campur tangan manusia.
20. Vandalisme adalah salah satu tindakan merusak dari pengunjung antara lain berupa mencoret-coret di kulit pohon, batu, dan lain-lain.
21. Kemah adalah meletakkan, membangun tenda atau struktur berbentuk tenda dari bahan untuk tenda yang dipergunakan untuk berteduh atau menginap
22. Poskodal adalah Pos Komando dan Pengendalian yang berfungsi sebagai pemantau segala aktifitas pengamanan di TNGGP.
23. Mekanisme Pembayaran adalah suatu system pembayaran SIMAKSI yang dilakukan pada saat booking secara langsung maupun tidak langsung.
24. Volunteer adalah organisasi sukarelawan bersifat independen yang tumbuh dan berkembang serta dibina secara kemitraan oleh Balai Besar TNGGP untuk menumbuhkembangkan kegiatan konservasi berupa kesadartahuan, perlindungan dan pelestarian alam di kawasan TNGGP.
25. Sistem booking on-line yang dimaksud adalah suatu sistem reservasi melalui layanan internet website resmi TNGGP untuk mendapatkan izin pendakian dan berbagai informasi yang berhubungan dengan pendakian.

II. ARAHAN TEKNIS
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan kawasan taman nasional yang dikelola dengan sistem zonasi. Dengan luas kawasan sebesar 22.851,782 ha, pengelolaan TNGGP dibagi dalam 7 zona yaitu : Zona Inti (9.564,545 ha), Zona Rimba (6.913,535 ha), Zona Pemanfaatan (958,245 ha), Zona Rehabilitasi (4.956,075 ha), Zona Tradisional (406,349 ha), Zona Khusus (2,988 ha) dan Zona Konservasi Owa Jawa (50 ha).
Kegiatan pendakian di TNGGP berada pada Zona Pemanfataan taman nasional dan zona ini merupakan habitat bagi berbagai jenis flora dan fauna yang sangat penting bagi keseimbangan ekosistem Gunung Gede dan Pangrango. Keberadaan jenis flora dan fauna di dalam kawasan TNGGP ini sangat sensitif terhadap perilaku pengunjung, oleh karena itu kegiatan pendakian di kawasan TNGGP harus memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
1. Perlindungan Keanekaragaman Hayati
Aktivitas pengunjung di dalam kawasan taman nasional berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap keanekaragaman hayati dalam bentuk:
a. Penyebaran biji dan atau benih ke dalam kawasan yang dibawa oleh pengunjung baik sengaja maupun tidak sengaja dari luar kawasan;
b. Pemadatan tanah yang dapat menyebabkan erosi, terutama pada jalur pendakian dan lokasi-lokasi kemping pendaki;
c. Gangguan terhadap satwaliar, terutama saat musim berkembang biak satwaliar, dan kemungkinan adanya perubahan perilaku satwaliar;
d. Perusakan vegetasi di sepanjang jalur pendakian dan di lokasi kemping akibat pematahan ranting, cabang untuk kayu bakar dan alat bantu saat mendirikan tenda;
e. Pencemaran lingkungan akibat buangan sampah pendaki dan kotoran manusia di lokasi kemping dan di lokasi sumber mata air, yang tidak memperhatikan kaidah lingkungan;
f. Kebakaran yang dipicu oleh pembuatan api unggun, puntung rokok, dan lain-lain.
Dalam rangka mempertahankan nilai penting keanekaragaman hayati Ekosistem Gunung Gede dan Pangrango, maka pendakian di TNGGP harus dilaksanakan dengan memperhatikan:
a. Kondisi lingkungan antara lain fisik, biologi, sarana wisata, aspek kepuasan pengunjung, serta kemampuan petugas dan mitra yang terlibat dalam pengamanan pengunjung, maka ditetapkan jumlah total kuota pendaki di 3 jalur pendakian di TNGGP sebanyak 600 orang/per hari, dengan perincian 300 orang dari pintu masuk Cibodas, 200 orang dari pintu masuk Gunung Putri dan 100 orang dari pintu masuk Selabintana;
b. Sebelum tersedianya fasilitas sanitari, pembuangan kotoran manusia harus dilakukan jauh dari sumber air, dengan cara menggali tanah sedalam minimal 20 cm, kemudian ditutup kembali dengan tanah bersamaan dengan kertas tissu yang telah digunakan;
c. Sampah bekas makanan tidak diijinkan dibuang di dalam kawasan, dan bila ingin mencuci peralatan masak/makan/minum, maka sisa makanan dipindahkan terlebih dahulu kedalam plastik sampah untuk dibawa kembali;
d. Pendaki tidak diperkenankan membawa senjata api, senjata tajam, narkoba ke dalam kawasan, serta membawa biji / bibit / benih tumbuhan serta satwa ke dan dari dalam kawasan;
e. Pendaki tidak diperkenankan membuat jalur-jalur baru atau jalan pintas/short cut karena akan merusak vegetasi pada jalur-jalur tersebut.
f. Sampah-sampah pendaki harus dibawa kembali dan ditempatkan pada pembuangan sampah di pintu keluar.
g. Pengelolaan pendakian menggunakan sistem booking, kuota, batas lama tinggal di dalam kawasan, dan penutupan pendakian pada waktu yang ditentukan.
2. Perlindungan Nilai Budaya
Terdapat nilai budaya yang erat kaitannya dengan pelestarian Gunung Gede dan Pangrango, yaitu legenda dan kepercayaan masyarakat Sunda terhadap tempat dan situs-situs yang ditemukan di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Hal ini menunjukkan bahwa TNGGP memiliki nilai legenda dan sejarah bagi budaya tradisional masyarakat setempat. Legenda dan sejarah merupakan atraksi wisata yang juga diminati oleh pengunjung. Namun, terbukti bahwa pengunjung dapat memberikan dampak negatif terhadap situs dan lokasi wisata akibat perilaku vandalisme pengunjung. Oleh karena itu, pendidikan bagi pengunjung melalui pelayanan interpretasi dan pemanduan diharapkan dapat meningkatkan penghargaan pengunjung terhadap nilai legenda dan sejarah suatu tempat atau situs. Membuat dan meletakkan papan interpretasi dan tanda-tanda (signs) pada lokasi situs merupakan salah satu cara agar pengunjung mengetahui nilai penting dari situs tersebut.
3. Aspek Kepuasan, Pengalaman dan Keamanan Pengunjung
Kepuasan dan pengalaman pengunjung merupakan hal utama dalam wisata alam dan merupakan faktor penentu agar pengunjung akan datang lagi ke kawasan tersebut. Oleh karena itu, kegiatan wisata pendakian harus dapat memberikan kepuasan dan pengalaman sesuai harapan dan keinginan pengunjung.
Untuk memberikan kepuasan bagi pengunjung atau pendaki dilakukan beberapa hal sebagai berikut :
a. Perijinan diberikan pada satu grup umum dengan jumlah minimal 3 orang maksimal 10 orang dan dikontrol oleh 1 orang ketua kelompok serta 1 pemandu TNGGP yang terdaftar.
b. Sedangkan bagi pelajar, perijinan diberikan pada satu grup dengan jumlah minimal 3 orang maksimal 20 orang dan dikontrol oleh 1 orang ketua kelompok serta 1 pemandu TNGGP yang terdaftar.
c. Menyediakan fasilitas wisata dan memasang tanda-tanda yang jelas berupa petunjuk arah dan papan interpretasi pada tempat-tempat yang strategis, serta memasang alat bantu dijalur tanjakan untuk memudahkan pengunjung.
d. Memberikan informasi tentang kawasan dan jalur pendakian, termasuk aturan dan tata tertib selama berada di dalam kawasan, sehingga pengunjung mendapatkan pengetahuan dan aturan pendakian sebelum pendakian dimulai.
e. Pemberian informasi yang dilakukan oleh petugas perijinan atau petugas lain yang ditunjuk oleh Kepala Balai Besar di pintu masuk sebelum pendaki masuk ke dalam kawasan.
f. Untuk efektivitas penyampaian informasi, pemeriksaan personal use, alat dan bahan terlarang serta sampah, setiap pendaki diwajibkan masuk dan keluar (chek in / chek out) di pintu masuk / keluar pada pukul 07.00 – 22.00 WIB.

III. PROSEDUR PENDAKIAN
A. Kuota
Jumlah pengunjung pendakian di TNGGP ditetapkan dengan sistem kuota yaitu sebanyak 600 orang/hari dengan rincian pada masing-masing pintu masuk pendakian sebagai berikut:
1. Pintu Masuk Mandalawangi Cibodas 300 orang/hari
2. Pintu Masuk Gunung Putri 200 orang/hari
3. Pintu Masuk Selabintana 100 orang/hari
B. Pengajuan Ijin Pendakian
Perijinan merupakan hal mutlak yang harus dilakukan pertama kali oleh para calon pendaki di kawasan TNGGP. Perijinan ini bertujuan untuk mewujudkan tertib administrasi sebagai salah satu bentuk pelayanan kepada pengunjung dan merupakan keabsahan sebagai pengunjung TNGGP.
Perijinan untuk pendakian di Balai Besar TNGGP dilaksanakan dengan sistem Booking (Reservasi), dengan ketentuan sebagai berikut :
(a) Booking diberlakukan bagi pendaki yang berasal dari dalam negeri (WNI) atau pendaki luar negeri yang memliki KITAS dan bertempat tinggal (residen) di Indonesia.
(b) Bagi calon pendaki dari luar negeri (WNA) tidak diberlakukan sistem booking. Mengingat pertimbangan tertentu antara lain keterbatasan waktu tinggal di Indonesia dan meningkatkan kegiatan kepariwisataan pada skala internasional / promosi ke Indonesia khususnya ke TNGGP.
(c) Booking dilakukan paling cepat 1 (satu ) bulan sebelum tanggal pelaksanaan pendakian dan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelumnya (H-30 sampai dengan H-7);
(d) Konfirmasi kepastian dari booking harus dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum tanggal pendakian (H-7), jika sampai H-7 tidak ada konfirmasi, maka booking dianggap batal;
(e) Apabila sebelum H-7 kuota sudah terpenuhi, maka calon pendaki yang akan membooking dimasukan pada daftar cadangan;
(f) Apabila sampai H-7 masih tersedia kuota, maka calon pendaki masih diijinkan sampai H-3;
(g) Apabila pada hari H masih tersedia kuota, maka calon pendaki dapat diijinkan naik pada hari tersebut;
(h) Booking diharuskan membayar sebesar 30 % dari biaya total. Pelunasan pembayaran dilakukan pada saat pengambilan SIMAKSI;
(i) Booking dilakukan secara on line dengan mengisi formulir yang bisa di download dari website TNGGP : www.gedepangrango.org kemudian di fax ke (0263)512776 atau di e mail ke info@gedepangrango.org untuk lebih jelasnya sebelum pelaksanaan booking online dapat menghubungi kantor Balai Besar TNGGP;
(j) Booking akan valid atau sah apabila dilampirkan bukti setoran;
(k) Bila karena sesuatu hal yang berasal dari calon pendaki, membatalkan pendakian secara sepihak maka pembayaran booking tidak dapat dikembalikan.
Booking dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu :
1. Telepon / Faksimil
Calon pengunjung pendakian TNGGP dapat melakukan booking melalui telepon/faksimil ke Kantor Balai Besar TNGGP (0263-512776/519415) dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Layanan telepon hanya pada hari Senin s/d Jum’at (pukul 08.00 – 15.30 WIB), sedangkan layanan faksimil terbuka pada hari Senin s/d Minggu;
b. Mengkonfirmasi terlebih dahulu ketersediaan kuota pada tanggal pendakian yang diinginkan masih ada atau tidak;
c. Mengirimkan data diri seluruh calon pendaki (fotocopy KTP/SIM/Kartu Pelajar/Passpor yang masih berlaku, termasuk data umur, jenis kelamin, pekerjaan dan nama ketua rombongan), waktu pendakian, pintu masuk dan keluar pendakian melalui faksimil;
b. Langsung
Booking dapat dilakukan dengan cara langsung datang ke bagian perijinan di Visitor Centre di Kantor Balai Besar TNGGP Cibodas pada jam kerja yaitu Senin s/d Jum’at pukul 08.00 s/d 15.30 WIB, sedangkan Sabtu dan Minggu, pengunjung dapat melakukan booking dan penyelesaian administasi pendakian pada pukul 09.00 s/d 15.00 WIB dengan membawa semua persyaratan yang dibutuhkan.
c. On-line
Booking melalui sistem online dapat dilakukan dengan mengunjungi situs www. gedepangrango.org dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Layanan on-line dapat dilakukan 24 jam setiap harinya
2. Booking diharuskan membayar sebesar 30 % dari biaya total. Pelunasan pembayaran dilakukan pada saat pengambilan SIMAKSI.
3. Booking dilakukan secara on line dengan mengisi formulir yang bisa di download dari website TNGGP : www.gedepangrango.org kemudian di fax ke (0263)512776 atau di e-mail ke info@gedepangrango.org untuk lebih jelasnya sebelum pelaksanaan booking online dapat menghubungi kantor Balai Besar TNGGP;
C. Pengurusan SIMAKSI
a. Setiap calon pendaki yang telah mengajukan ijin pendakian (booking) baik yang melalui telepon/faks maupun yang langsung, harus mengurus SIMAKSI pendakian maksimal 1 hari sebelum hari H pendakian (H-1) setelah melakukan pelunasan pembayaran perijinan;
b. Waktu pengurusan SIMAKSI pendakian pada jam kantor 08.00 s/d 15.00 WIB di loket perijinan di Kantor Balai Besar TNGGP di Cibodas;
c. Penyelesaian dan pengambilan SIMAKSI pendakian dilakukan di loket perijinan kantor Balai Besar TNGGP di Cibodas setiap hari pada jam kerja;
d. Bila SIMAKSI pendakian belum diselesaikan pada waktu yang telah ditentukan yaitu H-7, maka booking yang bersangkutan dinyatakan batal dan jatah kuota akan diberikan kepada pendaki yang mendaftar untuk tanggal tersebut dan menyelesaikan administrasi SIMAKSI pendakian pada tanggal tersebut;
e. Validasi SIMAKSI pendakian dilakukan oleh Kepala Balai Besar atau pejabat yang ditunjuk dengan tanda tangan asli / basah;
f. Pembayaran tiket/karcis masuk dan asuransi dilakukan di loket perijinan resmi dan diselesaikan pada saat pengambilan SIMAKSI pendakian;
g. Segala bentuk perijinan yang dilakukan tidak di loket resmi TNGGP dianggap illegal dan pihak Balai Besar TNGGP tidak menanggung akibat yang terjadi;
h. SIMAKSI pendakian hanya berlaku untuk satu (1) kali masuk.
Persyaratan
Untuk dapat memperoleh SIMAKSI pendakian di TNGGP, maka setiap calon pendaki harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Fotokopi identitas resmi (KTP/Kartu Pelajar/KTM/SIM/Pasport) yang masih berlaku untuk semua peserta pendakian;
b. Bagi calon pendaki yang berusia kurang dari 17 tahun, disamping identitas diri bersangkutan harus pula menyertakan Surat Ijin Orang Tua/Wali yang ditandatangani diatas materai senilai Rp. 6000, serta dilengkapi fotocopy KTP dari orang tua/wali;
c. Jumlah anggota pendaki dalam 1 kelompok minimal 3 (tiga) orang;
d. Satu kelompok harus memiliki 1 (satu) orang ketua kelompok yang berperan sebagai penanggungjawab kelengkapan administrasi dan keselamatan anggotanya;
e. Pendakian di kawasan TNGGP wajib didampingi oleh pemandu, interpreter atau porter yang berasal dari Forum Interpreter Balai Besar TNGGP;
D. Tiket Masuk
1. Tiket pendakian di TNGGP dikenakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 1998 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di Departemen Kehutanan. Bila terdapat aturan / kebijakan baru tentang tarif tiket di kawasan konservasi, maka tarif tiket pendakian di TNGGP akan disesuaikan;
2. Tiket berlaku untuk usia 5 tahun ke atas;
3. Harga tiket dikenakan sebesar yaitu Rp. 2.500,- per hari per orang untuk pendaki domestik dan Rp. 20.000,- per hari per orang untuk pendaki mancanegara;
4. Setiap pendaki (domestik dan mancanegara) diwajibkan membeli asuransi sebesar Rp. 2.000,- per orang;
5. Harga diskon sebesar 50 % dari tarif normal dapat diberikan untuk pendakian yang bertujuan pendidikan dan pelatihan (Educational rate) dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Ada surat rekomendasi dari kepala sekolah/dekan/ketua jurusan/pimpinan organisasi yang menyatakan bahwa kegiatan pendakian sebagai bagian dari pendidikan/pelatihan;
b. Diberikan kepada kelompok pendaki yang bertujuan untuk pendidikan dengan aktivitas yang berkaitan atau sebagai bagian dari mata pelajaran tertentu di sekolah/universitas;
c. Pendakian merupakan bagian dari upaya peningkatan keterampilan siswa/mahasiswa dalam kerjasama kelompok;
d. Setiap kelompok / organisasi yang akan melakukan pendakian secara massal harus menyertakan proposal dan dipresentasikan di kantor Balai Besar TNGGP.
7. Kategori kelompok yang dapat diberikan diskon adalah:
1. SLTP atau sederajat dari Sekolah Negeri/Swasta;
2. SLTA atau sederajat dari Sekolah Negeri/Swasta;
3. Akademi, Perguruan Tinggi Negeri/Swasta;
4. Lembaga pendidikan Bagi Orang Cacat;
(Catatan: diskon diberikan apabila memenuhi persyaratan pada huruf a,b,c,d nomor 6 diatas)
Dalam hal-hal tertentu diskon dapat diberikan kepada kelompok lain di luar kategori diatas.
8. Diskon tidak dapat diberikan kepada kelompok pendaki dari lembaga pendidikan luar sekolah (lembaga kursus, dll), operator wisata, kegiatan rekreasi/sosial suatu organisasi;
9. Diskon hanya berlaku pada saat hari biasa (Senin s/d Jum’at) dan tidak diberlakukan pada hari libur resmi sekolah, libur resmi nasional dan akhir minggu (Sabtu dan Minggu);
10. Grup dari sekolah dan perguruan tinggi/akademi yang tersebut pada nomor 7 diatas yang pelaksanaan pendakiannya diorganisir oleh operator wisata komersial tidak berhak mendapatkan diskon.
E. Ketentuan Lain-Lain
1. Tes Tertulis
Sebelum melaksanakan pendakian, para calon pendaki diwajibkan untuk mengikuti tes tertulis tentang pengetahuan pendakian di Visitor Center dan atau Information Center BBTNGGP. Apabila dari hasil tes tersebut calon pendaki dinyatakan tidak lulus maka yang bersangkutan tidak diperbolehkan melakukan pendakian pada saat itu.
2. Pendampingan
Setiap 1 (satu) grup pendaki Indonesia (WNI) yang berjumlah 3- 10 orang (umum) dan 3-20 orang (pelajar) serta pendaki Asing (WNA) wajib didampingi oleh pemandu, interpreter atau porter yang berasal dari Forum Interpreter Balai Besar TNGGP.
3. Perubahan/Pembatalan SIMAKSI Pendakian
- Perubahan jadwal pendakian, penambahan ataupun pengurangan calon pendaki dapat dilakukan paling lambat 5 (lima) hari sebelum tanggal pendakian (H-5) selama kuota masih tersedia;
- Bagi calon pendaki yang sudah memegang SIMAKSI pendakian tidak dapat menambah, mengurangi jumlah, ataupun mengganti calon pendaki karena terkait dengan kuota dan pembukuan pada sistem booking;
- Pembatalan oleh calon pendaki dapat diterima, tetapi karcis masuk dan asuransi yang telah dibayarkan tidak dapat dikembalikan (segala biaya menjadi resiko pendaki);
- Pembatalan SIMAKSI pendakian dapat dilakukan jika terjadi Force Majeur, yaitu terjadinya bencana alam, seperti gunung meletus, angin kencang, hujan lebat, kebakaran hutan dan lain-lain yang dapat mengancam keselamatan pendaki, sehingga TNGGP perlu menutup kegiatan pendakian tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Dalam hal ini, tiket masuk dan asuransi yang telah diterima pendaki dapat ditarik dan diuangkan kembali
4. Batas Lama Pendakian
a. Batas lama pendakian yang diijinkan di TNGGP adalah 2 (dua) hari dan 1 (satu) malam;
b. Jika ada tujuan khusus seperti penelitian, pengambilan foto, pembuatan video / film, dan lain-lain, ingin melakukan pendakian lebih dari ketentuan pada nomor a diatas, maka harus ada ijin khusus dari Kepala Balai Besar TNGGP;
c. Bila pendaki melanggar ketentuan batas lama pendakian maka dianggap melanggar dan akan dikenakan sanksi.
5. Penutupan Pendakian
Penutupan jalur pendakian merupakan salah satu bentuk pengelolaan pendakian yang dilakukan dalam rangka pemulihan (recovery) ekosistem, antisipasi bahaya kebakaran akibat musim kemarau, dan antisipasi cuaca dingin akibat musim hujan yang disertai angin yang dapat membahayakan para pendaki.
Mekanisme penutupan ada 2 yaitu rutin dan insidentil (sewaktu-waktu bila dibutuhkan) yang kepastian penutupannya akan dikeluarkan oleh Balai Besar TNGGP dan diumumkan melalui Website dan atau media lainnya.
b. Penutupan Rutin
Penutupan jalur pendakian secara rutin direncanakan dilakukan selama 2 kali dalam 1 tahun yaitu pada waktu-waktu sebagai berikut :
1. Bulan Agustus selama 1 bulan penuh (1 Agustus-31 Agustus) dikarenakan pada bulan ini merupakan musim kemarau dan sebagai antisipasi bahaya kebakaran hutan serta pemulihan ekosistem.
2. Bulan Januari s/d Maret (1 Januari – 31 Maret) dikarenakan pada bulan ini merupakan musim hujan, suhu dingin dan bahaya angin kencang. Ini merupalan salah satu upaya pengamanan pengunjung TNGGP.
Penutupan rutin akan diumumkan oleh Balai Besar TNGGP, melalui spanduk, surat edaran dan website TNGGP (www.gedepangrango.org).
c. Penutupan Insidentil
Penutupan pendakian dapat juga dilakukan sewaktu-waktu oleh Balai Besar TNGGP bila diperlukan. Pendakian akan ditutup sementara bila terjadi bahaya longsor, angin ribut, dan kebakaran hutan untuk melindungi pengunjung dari bahaya kecelakaan.

IV. PELAKSANAAN PENDAKIAN
Setelah calon pendaki mendapatkan SIMAKSI pendakian, selanjutnya calon pendaki dapat melakukan kegiatan pendakian pada hari/tanggal dan pintu masuk yang telah ditetapkan.
Alur pelaksanaan pendakian adalah sebagai berikut :
A. Pintu Masuk Pendakian
1. Pendaki melapor di pintu masuk sesuai yang tercatat pada SIMAKSI Pendakian;
2. Waktu melapor mulai pukul 07.00 s/d 22.00 WIB setiap harinya;
3. Melakukan tes tertulis pada jam kerja atau 1 (satu) jam sebelum pelaksanaan pendakian;
4. Menunjukkan surat ijin pendakian (lembar putih dan merah) berikut karcis masuk dan asuransi sebagai bukti keabsahan administrasi;
5. Petugas meneliti dan mengecek data yang tertera pada surat ijin meliputi: nomor, nama ketua regu, jumlah anggota, pintu masuk, tanggal pendakian, karcis masuk dan asuransi serta nama-nama anggota pendakian;
6. Petugas memberi informasi tentang peraturan/tata tertib pendakian;
7. Petugas melakukan pemeriksaan (check packing) terhadap barang bawaan pengunjung termasuk perbekalan logistik untuk pendakian;
8. Untuk mempercepat proses pemeriksaan (check packing), disarankan ketua kelompok sudah mencatat jenis barang bawaan pada bagian belakang lembar SIMAKSI pendakian sebelum melapor di pintu masuk.
9. Setelah pemeriksaan, petugas memberikan validasi (paraf dan tanggal) pada lembar SIMAKSI pendakian.
10. SIMAKSI pendakian lembar putih berikut karcis masuk dan asuransi diberikan kembali kepada pendaki sebagai bukti yang sah selama aktifitas pendakian, sedangkan lembar merah disimpan di pintu masuk sebagai arsip setelah dilakukan pencatatan pada buku register pendakian (masuk).
11. Pendaki dianggap sebagai pengunjung pendakian secara resmi sejak masuk/memasuki kawasan TNGGP.
B. Saat Pendakian
Dalam rangka pengamanan pengunjung pendakian dan untuk perlindungan keanekaragaman hayati, beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:
1. Setiap pendaki harus menggunakan pakaian dan sepatu khusus untuk standar pendakian.
2. Pendaki harus tetap berjalan pada jalur yang telah ditentukan. Tidak diijinkan berjalan di luar jalur, membuat jalur baru dan atau membuat jalur pintas/short cut;
3. Kemping hanya dilakukan pada lokasi yang telah ditentukan yaitu Kandang Batu, Kandang Badak, Alun-Alun Mandalawangi, Alun-Alun Barat dan Timur dan Cigeber ;
4. Kemping selain dilokasi pada no. 3 diatas tidak diijinkan dan akan dianggap illegal bila dilakukan. Bila hal ini dilakukan, maka akan ditindak oleh petugas sesuai sanksi yang berlaku;
5. Saat pendakian dan kemping, pengunjung tidak diijinkan membuat api dari kayu untuk memasak, perapian dan tujuan lainnya. Pengunjung pendakian disarankan untuk membawa parafin, kompor gas / minyak tanah untuk keperluan memasak.
6. Setiap rombongan pendaki diwajibkan membawa 1 kantong sampah untuk memasukkan sampah setelah pendakian
7. Sampah-sampah pendaki harus dibawa kembali dan ditempatkan pada pembuangan sampah di pintu keluar.
C. Pintu Keluar Pendakian
1. Waktu melapor mulai pukul 07.00 s/d 22.00 WIB setiap harinya.
2. Menunjukkan surat ijin pendakian (lembar putih) berikut karcis masuk dan asuransi sebagai bukti keabsahan administrasi.
3. Petugas meneliti dan mengecek data yang tertera pada surat ijin meliputi: nomor, nama ketua regu, jumlah anggota, pintu masuk, tanggal pendakian, karcis masuk dan asuransi serta nama-nama anggota pendakian.
4. Ketua regu wajib mengecek kelengkapan jumlah anggotanya.
5. Pemeriksaan (Check packing) dilakukan terhadap barang bawaan pengunjung setelah melakukan pendakian.
6. Pendaki menunjukkan hasil sampah dari barang bawaannya kepada petugas dan membuangnya pada lokasi yang ditentukan.
7. Setelah pemeriksaaan, petugas memberikan validasi (paraf dan tanggal) pada kolom yang sudah tersedia.
8. SIMAKSI pendakian lembar putih diberikan kepada petugas pintu keluar sebagai arsip setelah dilakukan pencatatan di buku register pendakian (keluar)
9. Kegiatan pendakian selesai sejak pendaki menyampaikan SIMAKSI pendakian lembar putih kepada petugas pintu keluar.

V. TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB PETUGAS PELAYANAN PENDAKIAN
A. Petugas Perijinan
Petugas pelayanan perijinan pendakian di Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah pegawai Balai Besar TNGGP yang mempunyai tugas mengelola dan menerbitkan SIMAKSI pendakian. Adapun petugas perijinan terdiri dari 2 orang yang masing-masing mempunyai fungsi :
1. Sebagai pengurus administrasi
2. Sebagai interpreter/pemberi informasi
Rincian tugas yang dilakukan oleh petugas perijinan pendakian adalah sebagai berikut :
1. Menerima telepon atau faksimil dari calon pendaki dalam rangka booking, kuota dan memberikan penjelasan tentang syarat memperoleh simaksi pendakian.
2. Mencatat booking kedalam buku register.
3. Setiap hari memeriksa kuota pendakian;
4. Tidak boleh memproses SIMAKSI pendakian jika persyaratan tidak lengkap sesuai dengan jumlah calon pendaki;
5. Memeriksa keabsahan persyaratan seperti masa berlaku, keaslian dan kepemilikan tanda pengenal;
6. Mencatat semua data yang dibutuhkan ke dalam SIMAKSI pendakian sesuai data calon pendaki yang ada;
7. Menerbitkan SIMAKSI pendakian;
8. Mencatat dan merekapitulasi semua data SIMAKSI/pengunjung pendakian yang telah dikeluarkan ke dalam buku register sesuai pintu masuk dan tanggal masuk.
9. Mencatat dan merekapitulasi jumlah pengunjung perhari sesuai dengan SIMAKSI pendakian dan diberikan kepada petugas poskodal agar disampaikan kepada petugas pintu masuk.
10. Menyerahkan SIMAKSI pendakian ke petugas pemungut tiket masuk dan asuransi;
11. Mengecek ulang tiket masuk dan asuransi;
12. Penandatanganan SIMAKSI pendakian oleh ketua rombongan;
13. Penandatanganan SIMAKSI pendakian dan stempel oleh petugas;
14. Wajib memberikan informasi mengenai tata tertib pendakian di TNGGP kepada calon pendaki;
15. Membuat Berita Acara Serah Terima SIMAKSI pendakian pada setiap akhir piket pelayanan perijinan untuk disampaikan kepada petugas piket pelayanan perijinan berikutnya.
B. Petugas Pemungut Tiket Masuk
1. Memeriksa kesesuaian dan keabsahan SIMAKSI pendaki (jumlah calon pendaki, pengunjung dalam negeri atau luar negeri);
2. Memberikan tiket masuk sesuai dengan data yang tertera dalam SIMAKSI pendakian;
3. Memberikan asuransi sesuai dengan data yang tertera dalam SIMAKSI pendakian;
4. Menulis nomor tiket masuk dan nomor asuransi pada buku registrasi yang sudah disediakan;
5. Membubuhkan tanggal masuk dan keluar pada setiap lembar tiket dan asuransi;
6. Menerima uang tiket masuk dan asuransi;
7. Menyetorkan hasil penerimaan uang tiket masuk dan asuransi kepada Bendahara penerima PNBP yang telah ditunjuk dan ditetapkan oleh Kepala Balai Besar TNGGP.
C. Petugas Pintu Masuk
1. Memeriksa SIMAKSI pendakian seperti nomor SIMAKSI pendakian, nama ketua rombongan, umur, tiket masuk dan asuransi serta jumlah peserta;
2. Melaksanakan dan menilai hasil tes tertulis para calon pendaki serta menentukan apakah pendaki tersebut lulus atau tidak;
3. Memeriksa keabsahan peserta disesuaikan dengan identitasnya;
4. Memberikan informasi tentang aturan dan tata tertib pendakian di TNGGP;
5. Melakukan pemeriksaan (check packing) dan menulis barang bawaan yang menghasilkan sampah di belakang SIMAKSI pendakian;
6. Validasi SIMAKSI pendakian pada lembar merah oleh petugas masuk;
7. Memberikan dispensasi terhadap barang bawaan yang prioritas diperlukan;
8. Mencatat dalam SIMAKSI pendakian bahwa mereka telah diberikan pengarahan;
9. Mengarsipkan lembar SIMAKSI warna merah;
10. Mencatat SIMAKSI pendakian yang masuk kawasan dalam buku register.
11. Menyerahkan buku register yang berisi data pengunjung masuk kawasan setiap 1 minggu sekali kepada Kepala Bidang Teknis Konservasi Balai Besar TNGGP;
12. Mencatat rekap calon pendaki yang akan masuk perharinya yang diperoleh dari petugas poskodal;
13. Melakukan evakuasi apabila terjadi kecelakaan pengunjung dengan terlebih dahulu melapor kepada Kepala Seksi Bidang Pengelolaan dan Resort setempat;
14. Melaporkan tindak pelanggaran dan hal-hal yang terjadi pada jalur pendakian kepada Kepala Bidang/Kepala Seksi Wilayah untuk kemudian diteruskan ke kantor Balai Besar TNGGP.
D. Petugas Pintu Keluar
1. Memeriksa SIMAKSI pendakian seperti nomor SIMAKSI pendakian, nama ketua rombongan, umur, tiket masuk dan asuransi serta jumlah peserta;
2. Memeriksa keabsahan peserta disesuaikan dengan identitasnya;
3. Mengecek sampah bawaan pada saat pengunjung turun dan menyesuaikannya dengan catatan pada lembar belakang SIMAKSI pendakian;
4. Validasi SIMAKSI pendakian pada lembar putih oleh petugas keluar;
5. Mengarsipkan lembar SIMAKSI warna putih;
6. Melakukan evakuasi apabila terjadi kecelakaan pengunjung dengan terlebih dahulu melapor kepada Kepala Seksi Wilayah/Kepala Resort setempat;
7. Menerima laporan dari pengunjung seperti laporan sakit, ada anggota yang turun lebih dahulu, perubahan rute dan lain-lain
8. Melaporkan tindak pelanggaran dan hal-hal yang terjadi pada jalur pendakian kepada Kepala Bidang/Kepala Seksi untuk kemudian diteruskan ke kantor Balai Besar TNGGP.
E. Petugas Poskodal
1. Meminta hasil rekapitulasi calon pengunjung yang telah terdaftar dari petugas perijinan pendakian;
2. Melaporkan melalui radio komunikasi hasil rekapitulasi tersebut kepada masing-masing petugas pintu masuk pendakian;
3. Menerima laporan dari petugas pintu masuk perihal kejadian darurat di lapangan;
4. Menindaklanjuti laporan tersebut kepada pejabat berwenang di Balai Besar TNGGP.
F. Volunteer
Volunteer dalam lingkup petugas pelayanan pendakian adalah kelompok sukarelawan yang berada pada pintu masuk atau pintu keluar pendakian dan bertugas:
1. Membantu petugas pintu masuk atau pintu keluar dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam kelancaran pelayanan pendakian seperti : membantu memeriksa keabsahan SIMAKSI, memberikan informasi tentang aturan dan tata tertib pendakian di TNGGP, pemeriksaan (check packing) barang bawaan dan melakukan evakuasi apabila terjadi kecelakaan pengunjung ;
2. Membantu petugas patroli dalam melakukan pengawasan dan melaporkan pelanggaran serta hal-hal yang terjadi di jalur pendakian kepada petugas pintu masuk atau pintu keluar pendakian.
G. Lain-Lain
1. Petugas di bagian perijinan dan petugas pemungut karcis tidak diperkenankan melayani pengunjung pendakian diluar jam yang telah ditentukan, kecuali ada perintah (lisan atau tertulis) dari Kepala Balai Besar atau yang berwenang;
2. Petugas poskodal agar menyarankan pendaki yang datang mengurus SIMAKSI pendakian dan tiket/asuransi diluar jam yang telah ditentukan untuk datang pada jam kantor serta tidak diperkenankan untuk melayani pengunjung seperti memberi SIMAKSI pendakian.

VI. PERATURAN PENDAKIAN
Peraturan pendakian merupakan rambu-rambu yang harus diikuti oleh pendaki saat berada di dalam kawasan TNGGP, meliputi Larangan dan Sanksi yang dikenakan bila melanggar peraturan pendakian.
A. Larangan
Setiap pengunjung pendakian yang memasuki kawasan TNGGP, DILARANG :
1. Mengambil, memetik, memotong tumbuhan dan atau bagian-bagiannya serta benda-benda lainnya dan membawa ketempat lain;
2. Menangkap, melukai dan atau membunuh satwa yang ada dalam kawasan;
3. Dilarang membawa binatang kedalam maupun keluar kawasan;
4. Membawa minuman keras atau beralkohol ;
5. Membawa obat-obatan terlarang yang termasuk dalam daftar G Departemen Kesehatan, seperti putau, heroin, leksotan, ekstasi, ganja dan lain-lain yang sejenis dan berbahaya;
6. Membawa alat musik dan alat bunyi-bunyian lainnya seperti gitar, piano, seruling, harmonika, peluit, serta alat-alat lain jika dibunyikan akan mengganggu ketenangan kehidupan flora dan fauna;
7. Membawa alat elektronik seperti radio komunikasi (Handy Talky), radio, tape, walkman, gamewatch, wireless dan lain-lain, kecuali jam tangan, telepon seluler (ponsel) dan kamera saku. Alat-alat elektronik tersebut dapat mengganggu ketenangan kehidupan flora fauna serta membahayakan pendaki gunung sendiri karena akan mengganggu konsentrasi dalam perjalanan di hutan. Untuk kegiatan nasional, operasi bersih sampah dan pendidikan lingkungan, Kepala Balai Besar atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan ijin membawa Handy Talky dengan terlebih dahulu mengajukan proposal kegiatan;
8. Membawa senjata api, senapan angin dan senjata tajam seperti golok, pisau (belati, lipat, dapur, dll) serta alat pemotong lainnya. Bagi rombongan pendaki yang membawa makanan kaleng, petugas lapangan dapat memberikan ijin membawa pisau lipat kecil 1 (satu) buah untuk setiap rombongan;
9. Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk berburu seperti senjata angin, panah, ketepel, tombak, jerat lem atau kurungan, dan lain-lain;
10. Membawa bahan detergen dan bahan pencemaran lainnya, seperti odol, sabun, shampoo, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut dapat membahayakan bagi lingkungan sekitar;
11. Membawa berbagai jenis cat, termasuk cat semprot, untuk menghindari kemungkinan terjadinya vandalisme;
12. Melakukan vandalisme, berupa perusakan fasilitas wisata, membuat coretan dan tempel menempel pada fasilitas wisata;
13. Membuang sampah dalam kawasan dan tidak membawa turun kembali sampah bawaannya ke luar kawasan;
14. Membuat api unggun dan atau perapian di dalam kawasan karena dikhawatirkan dapat menimbulkan kebakaran hutan;
15. Melakukan pendakian sendiri.
B. Prosedur keselamatan pendaki
Demi kenyamanan dan keamanan, setiap pendaki diwajibkan untuk menggunakan:
1. Tenda kedap air;
2. Ransel/carier dengan spesifikasi kuat dan kondisi baik (jahitan, resleting, pengikat), nyaman dipakai, Kapasitas 60 – 100 lt, tidak mengganggu pergerakan;
3. Matras dengan spesifikasi ketebalan min 3 mm, lebar min 40 cm, panjang min 180 cm, dapat digulung dan memakai pengikat, ringkas;
4. Kantong tidur (Sleeping bag);
5. Sarung tangan dengan spesifikasi jari-jari tangan tertutup, sesuai dengan ukuran tangan menutup/melebihi pergelangan tangan;
6. Kaos kaki diutamakan bahan semi wool, kuat dan tebal, bahan bukan nylon dan membawa cadangan ( 2 Ps);
7. Baju lapangan tangan panjang, mudah kering (menyerap keringat)serta
Tidak terlalu longgar/ketat;
8. Celana lapangan dengan spesifikasi bahan tidak terbuat dari jeans,
mempunyai saku tambahan (saku samping), tidak terlalu longgar/ketat;
9. Pakaian tidur/training/sweater/kaos tangan panjang yang bersifat menghangatkan (1 Stel);
10. Balaclava / kupluk diutamakan bahan semi wool;
11. Sepatu diutamakan sepatu militer, kuat, nyaman dengan membawa Tali sepatu cadangan (1 Ps);
12. Jas hujan jenis ponco terdapat lubang untuk kepala
Jenis bahan tidak mudah sobek/berserat/plastic;
13. Webbing bukan tali/tambang (plastic / sabut) dengan spesifikasi jenis tubular, Lebar 27 mm, Panjang 4 m, kondisi baik (tidak aus dan lapuk);
14. Lampu senter menggunakan 2 buah baterai besar,
diberi tali gantungan dengan bohlam cadangan (2 buah), baterai cadangan (2 buah);
15. Lampu badai;
16. Peralatan masak : misting / nasting lengkap dengan spesifikasi bahan aluminium dan
memakai pembungkus, parafin atau kompos gas kecil;
17. Perbekalan logistik, disesuaikan dengan rencana perjalanan dan jumlah anggota kelompok;
18. Obat-obatan pribadi (alat P3K).
C. Sanksi
Sanksi dapat dikenakan kepada setiap pelaku yang melanggar ketentuan sebagaimana tertuang dalam juknis. Sanksi-sanksi akan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai berikut :
1. Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
2. Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
3. Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
4. Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan
5. Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam nomor 192/IV-Set/HO/2006 tentang Prosedur Ijin Masuk Kawasan Konservasi
6. Dan peraturan perundangan terkait lainnya
Bentuk pelanggaran pendakian yang belum/tidak tertuang di dalam peraturan perundang-undangan yang ada (seperti membuang sampah dalam kawasan, vandalisme dll) akan dikenakan sanksi yaitu berupa pembinaan.

VII. PENUTUP
Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan kawasan pelestarian alam yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai lokasi ekowisata, pendidikan lingkungan dan penelitian. Potensi ekowisata ini, terutama pendakian ke puncak Gunung Gede dan Pangrango sangat populer bagi kelompok pendaki dan pecinta alam. Namun, aktivitas wisata yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan dampak negatif kepada kawasan, yang akhirnya dapat merusak potensi TNGGP sebagai lokasi ekowisata. Oleh karena itu, dalam upaya mempertahankan keberlanjutan pemanfaatan kawasan TNGGP sebagai kawasan wisata alam, maka pengelolaan pendakian dengan Petunjuk Teknis Pelayanan Pendakian menjadi krusial agar memberikan manfaat baik berupa pengalaman yang memuaskan bagi pengunjung maupun manfaat ekonomi bagi kawasan dan masyarakat.
Semoga petunjuk teknis pelayanan pendakian di TNGGP dapat menjadi panduan dalam pengelolaan pendakian dan pengelolaan ekowisata di TNGGP yang lestari.

Ditetapkan di : Cibodas
Pada Tanggal : 10 Agustus 2009
KEPALA BALAI BESAR,
Ttd
Ir. SUMARTO, MM.
NIP. 19610708 198703 1 002

Sumber : gedepangrango.org